This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Sunday, August 17, 2025

Mantu Time Travel

 

  • Halaman 1

Matahari sudah hampir terbenam, menyisakan semburat jingga keemasan di cakrawala Jakarta. Di teras belakang sebuah penthouse mewah, seorang pria paruh baya yang masih terlihat gagah, Pak Haris, duduk santai sambil menyesap kopi hangatnya. Pakaiannya sederhana, hanya kaus polo dan celana kain, jauh dari kesan formal seorang komisaris utama. Di hadapannya, Pak Budi, direktur andalannya, terlihat lebih tegang meski sudah mencoba rileks. Kemejanya yang rapi masih terlihat sedikit kusut, sisa hari yang panjang.

"Budi... santai saja," ucap Pak Haris sambil tersenyum. "Anggap saja ini bukan di kantor. Saya hanya ingin tahu, bagaimana ide menantu saya? Si Rendi?"

Ekspresi Pak Budi langsung berubah. Ia menghentikan gerakan tangannya yang hendak mengambil cangkir kopi, lalu menatap Pak Haris dengan sorot mata yang sulit diartikan. Ada sedikit kehati-hatian, sedikit keengganan, dan banyak rasa tidak enak.

"Rendi... dia memang anak yang cerdas," lanjut Pak Haris. "Saya lihat sendiri bagaimana ia merancang ruang kerja saya, teliti sampai detail terkecil. Perhitungannya juga matang. Bahkan, dia bisa membuat desain mobil mainan yang rumit untuk cucu saya. Otaknya encer."

Pak Budi hanya mengangguk pelan. Pandangannya kosong, menatap hamparan gedung pencakar langit di bawah sana.

"Nah, ide yang ia sampaikan ke kamu itu... saya tertarik. Dia bilang itu ide brilian. Katanya bisa jadi produk revolusioner," Pak Haris melanjutkan dengan antusias. "Dia bilang sudah riset pasar, sudah hitung biaya produksi, bahkan sudah kontak beberapa pabrik. Katanya, kalau kamu pegang, pasti sukses besar."

Pak Budi masih diam. Keheningan itu membuat Pak Haris sedikit heran. Biasanya, Pak Budi akan langsung menyambut dengan semangat, atau paling tidak, merespons dengan analisis cepat seperti yang selalu ia lakukan.

"Budi?" tegur Pak Haris.

Pak Budi mengangkat tangannya, telapak tangannya terbuka, isyarat untuk menghentikan pembicaraan. "Maaf, Pak Haris," suaranya pelan dan ragu. "Saya sudah langsung tolak."

Pak Haris tertegun. Cangkir kopinya hampir terjatuh. "Tolak? Kenapa? Kamu belum lihat detailnya? Rendi sudah jelaskan?"

"Sudah, Pak. Dia jelaskan dengan sangat rinci. Bahkan ia kirimkan presentasi tebal. Tapi saya tidak butuh waktu lama untuk langsung menolaknya."

Pak Haris mengerutkan dahi. "Tapi kenapa? Dia bilang... ini produk masa depan. Bisa jadi terobosan. Saya percaya insting dia."

"Justru itu, Pak," jawab Pak Budi, akhirnya berani menatap mata Pak Haris. "Secanggih apa pun mesin produksinya, bahkan jika ia bisa dapat harga paling murah..."


  • Halaman 2

"Lalu?" potong Pak Haris, tidak sabar. "Apa masalahnya? Apa produknya tidak menarik? Modelnya jelek? Apa hitungannya tidak masuk akal?"

Pak Budi menggelengkan kepala. "Bukan, Pak. Bukan itu masalahnya." Ia mengambil napas panjang, seolah sedang mengumpulkan keberanian. "Masalahnya, yang diproduksi tidak akan ada peminat, apalagi pembeli. Ini hanya akan jadi tumpukan besi dan plastik di gudang kita."

Pak Haris terdiam. Ia menatap Pak Budi, mencoba membaca kebohongan atau candaan di wajah direktur kepercayaannya itu. Tidak ada. Wajah Pak Budi serius, bahkan terlihat sedikit putus asa.

"Tapi kenapa, Budi? Katanya ide ini revolusioner! Apa produknya?"

"Dia mengajukan usul... produksi mesin ketik manual, Pak."

Hening.

Hanya suara jangkrik dan gemericik air dari kolam di teras yang memecah keheningan. Pak Haris menatap Pak Budi, bibirnya sedikit terbuka, matanya melebar. Ia tidak bisa berkata-kata. Rasanya seperti ada petir yang menyambar di depannya.

"Mesin ketik?" akhirnya Pak Haris bisa bersuara, nadanya incredulous. "Maksud kamu... mesin ketik yang pakai pita karbon? Yang bunyinya ting! saat ganti baris?"

Pak Budi mengangguk. "Betul, Pak. Yang seperti itu."

"Tapi... tapi itu kan barang kuno, Budi! Sekarang orang sudah pakai laptop, tablet, bahkan menulis di smartphone! Siapa yang mau beli mesin ketik?"

"Justru itu yang saya sampaikan ke Rendi, Pak. Tapi dia punya argumen sendiri. Katanya, mesin ketik ini akan menjadi barang seni. Sebuah artefak. Ia ingin menjualnya sebagai benda koleksi, bukan sebagai alat kerja."

"Barang seni? Benda koleksi?" tanya Pak Haris, tertawa kecil, tawa yang terdengar hambar dan hampa. "Memang dia mau jual berapa? Satu unitnya seratus juta?"

"Dia bilang... dia tidak melihatnya sebagai benda koleksi biasa, Pak," jelas Pak Budi. "Ia ingin membuatnya dengan desain yang sangat modern, minimalis. Bahan yang digunakan juga premium, dari stainless steel pilihan dan kayu jati. Bahkan, ia ingin bekerja sama dengan beberapa seniman untuk desain casing-nya."

Pak Haris menggelengkan kepala. "Saya tidak mengerti jalan pikirnya, Budi. Saya memang akui dia jenius. Tapi... ini bukan jenius, ini konyol. Dia mau berinvestasi jutaan dolar untuk... mesin ketik?"


  • Halaman 3

"Saya juga sama, Pak," ucap Pak Budi, kini nada suaranya lebih santai. "Saya tidak ingin Bapak terjebak. Ide memang harus didukung, apalagi dari keluarga. Tapi... kita bicara bisnis, Pak. Kita bicara profit. Risikonya terlalu besar."

"Jadi kamu tolak mentah-mentah?"

"Iya, Pak. Saya bilang, saya tidak bisa. Saya tidak bisa pertanggungjawabkan jika nanti proyek ini gagal. Bapak juga pasti tidak mau, kan, melihat perusahaan rugi karena ide yang... maaf, Pak, tidak masuk akal?"

Pak Haris menghela napas panjang. Ia mengambil cangkir kopinya, menyesapnya perlahan. Ia tidak marah, lebih kebingungan. Ia tahu Budi adalah orang yang jujur dan logis. Keputusan Budi pasti didasarkan pada perhitungan matang.

"Darimana dia dapat ide itu, Budi?" tanya Pak Haris, suaranya sudah kembali normal. "Apa dia sedang baca buku sejarah?"

"Dia bilang... dari film, Pak. Katanya ada beberapa film Hollywood yang menampilkan mesin ketik sebagai simbol keabadian tulisan. Dan dia melihat peluang itu. Dia ingin membangkitkan nostalgia, dan menjualnya sebagai produk gaya hidup."

"Gaya hidup? Siapa yang mau gaya hidupnya seperti tahun 70-an, Budi?" Pak Haris tertawa lagi, kali ini tawa yang lebih lepas. Tawa yang penuh rasa takjub sekaligus geli.

"Dia berpikir ada pasarnya, Pak. Untuk kolektor, untuk orang-orang yang ingin barang unik, untuk blogger atau penulis yang ingin mencari sensasi berbeda."

"Ah... entah lah, Budi," kata Pak Haris, ia meletakkan cangkir kopinya. Ia menatap langit malam yang sudah bertabur bintang. "Saya akui, anak itu memang punya imajinasi yang luar biasa. Sayangnya... imajinasinya terlalu jauh."

Pak Haris menepuk bahu Pak Budi. "Terima kasih, Budi. Kamu sudah berani jujur. Saya hargai itu. Saya tidak ingin ide menantu saya membutakan saya. Kita kembali ke proyek yang realistis saja, ya."

"Tentu, Pak," jawab Pak Budi, lega.

Malam itu, obrolan mereka berlanjut, bukan lagi tentang mesin ketik, melainkan tentang proyek-proyek bisnis yang lebih menjanjikan. Tapi di benak Pak Haris, ia tidak bisa berhenti memikirkan menantunya. Si jenius yang ingin menjual mesin ketik di zaman digital. Pak Haris tidak tahu harus bangga atau khawatir. Yang jelas, satu hal yang pasti, ia punya menantu yang sangat, sangat unik.

Sunday, May 18, 2025

Tengah tengah: Amanat Apaan?

Tengah tengah: Amanat Apaan?: dalam putaran malam tanpa sempat menyandarkan  === Dipenuhi ujaran keharuan  Siapa lagi yang akan mengingkar  Bahwa datangnya pagi di bumi k...

Friday, October 11, 2024

Anggap Lewat Sendiri

 

Patuh telah melahirkan kepatuhan: Istilah dipakai mereka yang didudukan di depan memberikan sebuah pandangan yang konon diberi nama pandangan umum dalam bahasa asing yang berarti, timbal baliknya jawab dijadikan drama semata tidak lebih sebagai jalan setapak, jalan yang dibuat hingga muncul legitimasi, sering pada masanya digunakan tanpa perintah langsung apalagi kejelasan, pendengar langsung dalam satu gedung atau yang jauh dalam kesibukan lain dalam taman bergaya seolah telah paham semua pembicaraan yang telah mengalirkan pandangan modern, seolah ada kejut senjata pamungkas diarahkan membuat terhentinya langkah mengeja maunya kemana arah diminta.... keterpaksaan mungkin yang dinampakkan meskipun dibalik semua itu ada pula penyebut gerak kesetiaan, perintah tidak pula selalu menimbul gertak, namun keraguan terkadang membuat ketidak mampuan memilih jadi kemunculannya.... seperti halnya satu penambahan yang membendakan bentuk yang harusnya ciri dari sebuah obyek nyata... perlahan dan terdiam lalu gerak perlahan lagi..

Alihkan léwati kering: Jalan selalu membuat cerita baru, bukan cuma tol mulus, yang berbatu, berlumpur hingga jalan setapak yang jarang dilewati pun telah ditanam oleh kepala berkingintahuan tanpa batas itu selalu berisi teristimewanya drama kehidupannya ketika melewati setiap ruas, tidak kurang dengan pohon-pohon bermacam yang awalnya hanya jadi pemandangan biasa, telah dijadikannya bahan pelengkap kisah heroik, ikonik, futuristik, hingga sangat spesifik untuk bermacam sisinya, khas taman menurutnya menyimpan keunikan hingga dapat dikisahkannya laksana kisah pesona menara sehingga bergaya Prancis, bukan hanya tingginya, besarnya namun juga bahan hingga sejarahnya dikisah selengkap ia mampu memukau banyak orang. Hingga tiada yang sadar semua laku itu telah membawa semua memutari tempat yang aman dan kering hingga terjauh dari kelicinan yang mungkin dapat menggelincirkan hingga terjerembab dan terpisah dari mereka yang bersama.

Promo enaknya adegan: Jalan lebar usai tiada diingkarinya matanya telah sempat menoleh pada kemolekan lintasan setapak yang tidak jauh dari keberadaannya,
lebar jalan nan mulus dan dirancang bagi pengguna dihindarinya untuk memilih berjalan-jalan dari seberang koridor menjadikannya melihat sudut lain, dimana tidak semua orang tahu akan sumber keadaan yang disinyalir menimbulkan gelombang decak kagumnya bagaimana semua diramu...
Kemudaan punya manisnya sendiri sama halnya kelegitan dan kenyalnya kematangan alami buah dipisahkan penyortir cekatan hingga sampai pada penyaji terbaik dengan menambahkan senyumannya tak pelak semakin... mengundang ☺😜😝👹👸


Thursday, June 27, 2024

makatak: Cepat atau Lambat

makatak: Cepat atau Lambat: Surat kepada La yang  Mereka semua tahu ada yang punya hak  Mereka juga punya  Ada tujuan menutupi kemaluaanya  Biar tidak melorot dan jelas...

Wednesday, May 29, 2024

an adventure in or ever the pAst...

Suatu masa yang terlukis dalam
Semburat mengisi dinding semu pembaringan
Seolah jawaban dari semua guyuran tanya
Setebal membubungnya nuansa pikir malam
Terisi oleh pengaruh pengalaman melintasi
Tanda torehan titik jenuh ditebar aroma musuh
Walau senyatanya hanya permusuhan muatan
Dari selera kecil memadu bedakan
selera dari jumlah warna silih berganti......
hingga membuncah    ====


Membawanya serta juga yang lain
sebagai bagian gambaran
mungkin dikatakan orang lain terbalik
Membawanya hingga sampai ke sana
adalah kemungkinan yang mampu untuk ditempuh
tentu bukan hanya pada letak 
yang dengan mudah dibilang jauh
Senyatanya ada diatas mesin pemutar tanpa perlu digambar
setiap pergerakan yang mengangkat dan membawa yang diatasnya
melewati setiap gelombang dan cekungan jalan berbatu juga beraspal
hingga perbatasan demi perbatasan yang awalnya selalu ditanyakan
saat yang dibawa dipenuhi keraguan tanya bukan karena nama
juga akan kemampuan hingga daya tahan
bagaimana terkecilnya keadaan itu jadi bagian...
menyertakan semua kebesaran diatasnya
ada dalam suasana baru dan jauh dari perhelatan umum di tempatnya
tempat dimana semua mata disana akan memandangi satu-persatu
menempatkan yang dibawanya pada keterasingan, mampukah dilaluinya....
permulaan mungkin memualkan kemampuan tadah dalam guncangan itu
terus menerusnya himpitan demi himpitan kedudukan yang kian mendekat
juga dimiliki oleh mereka yang memancarkan mata 
dengan seolah 
kian jadi terpana juga bebas dari gambaran perasaan nafas merana.

Monday, September 4, 2023

The "Suspicion"

 

They didn't find anything between them Because they were filled with suspicion Of being incapable of someone They didn't really know.

They were afraid to open up For fear of being hurt So they kept their distance And never let their guard down.

They were afraid to let go And give themselves completely So they held back And never truly connected.

And so they missed out On the possibility of love Because they were too afraid To take a chance.

But maybe one day They'll learn to let go of their fears And open up their hearts To the possibility of love.

Until then, they'll remain Separated by their suspicion And never know what could have been.

Friday, July 21, 2023

Bekel Macan

Arah yang dibuat dalam memajukan mobilnya tidak ubahnya seperti mainan masa kecil melambungkan bola karet ke depan dengan menjaga jarak letak keong -keong kecil yang mengumpul tertelungkup untuk menghindari tubrukan hingga tiada yang tercecer atau menjauh dari jangkauannya...

Kita pikir saja hal itu tiada hubungan dengan bagian lain yang menadahkan tangannya mengarah kepada semua pemakai jalan yang semakin ramai dengan berala1s kaki bermacam gaya dan brand.

Pada bagian dimana pernah tergambar darah merah itu mengucur deras hingga sisa ceceran dari peristiwannya terbidik dan terviralkan oleh pengguna yang mungkin kebetulan lewat dan sebatas iseng....

Alih-alih tanpa Tujuan melihat dan melakukan hal yang tidak terpikir sebagai pencurian peristiwa dengan mata kepalanya sendiri tiada tendensi lebih apa pun...

==

Orang menduga agar tidak terjadi ketidaknyamanan dari sisi-sisi pengampu untuk bisa dengan gesit mencegah penebalan naik ke atas kepalanya hingga melewati genting, lekat menjadi kewajarannya.

Pelengkap gagasan dimunculkan olehnya begitu saja menandai pembayang bola seutuh bundaran yang menjadi pusat kota itu digambar banyak media hingga dengan spidol dan pensil kecil.

^^^

Mereka yang konon dikategorikan telah lulus mengarungi luas dan ganasnya samudera luas demi lika-kikunya juang sang tahta dan pundi -pundi negeri hingga mencari  rempah-rempah masih bisa dengan senyum ketika ditanya sesal..

ARif bukan ukuran seolah pilihan lain yang diberikan jaman, tiada giliranmu untuk mundur jika saat itu adalah dirimu, yang ada maju ke depan untuk mengisi langkah mengikuti arah anginnya titah.

~~~

~~~

Berani masuk menuju ke bagian yang lebih dalam isi kepala bisa berandai-andai sebagai mula, pastilah sebanding dengan enegi yang punya hukum kekekalan tanpa perlu ada yang bisa jadi semakin ringan karena pergerakannya..

Tidak butuh mobil mewah jika hanya untuk disebut pejalan kaki, untuk itu juga tiada perlu menengok kiri dan kanan sebelum portrays pada istilah yang benar atau menyeberang untuk sekedar bertanya kepada pejalan kaki lain.

#

Masih semu bagi mereka bila dengan kisah siwa dan aneka dongeng ternama, yang di atas tidak kunjung mendekat agar setidaknya segera mulai turun ke bagian yang lebih bawah dan dekat agar terengkuh nalar belia menjamah mimpi dalam logika dan sentuhan masanya....

Roti mari masih kering di atas gelas untuk melihat bagaimana melunaknya bukan pemandangan yang sulit untuk dicari -cari, begitu bayi tanpa gigi pun mudah mencerna dan meradakan walau dalam sekali celupan...

(***)

<dongeng adik ingin tidur >

Dahulu kala, ada seekor harimau bernama Si Terbangun yang hidup di hutan. Si Terbangun adalah harimau yang sangat kuat dan buas, tetapi dia juga sangat ngantuk. Setiap hari, Si Terbangun akan tidur selama berjam-jam.


Suatu hari, Si Terbangun memutuskan untuk mencari mangsa. Dia berjalan di dalam hutan sambil mengendus-endus udara. Dia mencium bau kambing yang sangat lezat. Si Terbangun mengikuti bau kambing itu sampai dia menemukan sekelompok kambing yang sedang makan rumput.


Si Terbangun bersiap untuk menerkam kambing-kambing itu, tetapi dia terlalu ngantuk untuk bergerak. Dia hanya bisa berdiri di sana dan memandangi kambing-kambing itu. Kambing-kambing itu melihat Si Terbangun dan mereka mulai ketakutan. Mereka berlarian ke sana kemari, tetapi Si Terbangun tidak bisa mengejar mereka.


Si Terbangun akhirnya menyerah dan kembali ke sarangnya. Dia tidur selama berjam-jam dan dia tidak pernah makan kambing itu.


Keesokan harinya, Si Terbangun memutuskan untuk mencoba lagi. Dia berjalan di dalam hutan sambil mengendus-endus udara. Dia mencium bau rusa yang sangat lezat. Si Terbangun mengikuti bau rusa itu sampai dia menemukan seekor rusa yang sedang tidur.


Si Terbangun bersiap untuk menerkam rusa itu, tetapi dia terlalu ngantuk untuk bergerak. Dia hanya bisa berdiri di sana dan memandangi rusa itu. Rusa itu terbangun dan melihat Si Terbangun. Dia sangat ketakutan sehingga dia langsung berlari.


Si Terbangun tidak bisa mengejar rusa itu. Dia kembali ke sarangnya dan tidur selama berjam-jam.


Si Terbangun terus mencoba mencari mangsa, tetapi dia selalu gagal karena dia terlalu ngantuk. Akhirnya, Si Terbangun memutuskan untuk berhenti mencari mangsa dan hanya tidur saja


>